Salah Satu Novelis Besar, Pernah Jadi Jurnalis Majalah Matra

MEDIA SOSIALITA,- Jika anda ingin mengenal salah satu penulis perempuan yang sangat berpengaruh di Indonesia, dia adalah Ayu Utami. Wanita kelahiran Bogor 1968 ini merupakan seorang novelis, penulis esai dan kolom. Karya-karyanya dikenal menyuarakan isu-isu perempuan dan keadilan bagi kaum perempuan.

Ayu Utami merupakan salah satu penulis yang mengangkat tema feminisme sejak tahun 1998. Ayu mulai dikenal sebagai penulis novel ketika karya pertamanya, novel berjudul “Saman”.

Berkat novel ini, Ayu berhasil memenangi penghargaan Penulisan Roman Terbaik yang dianugerahkan oleh Dewan Kesenian Jakarta 1998 ini. Ayu berhasil menarik perhatian para kritikus dan penikmat sastra karena dianggap telah membawa angin segar bagi Sastra Indonesia. Selama 3 tahun, novel Saman berhasil terjual 55.000 eksemplar.

Saman telah diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda, Jepang, Inggris, Prancis, Italia, Cheko, Jerman, dan Korea. Setiap tahun, masterpiece Ayu ini selalu habis dan dicetak ulang.

Berkat karya debutnya itu pula, Ayu memperoleh Prince Claus Award dari Prince Claus Fund, sebuah yayasan yang bermarkas di Den Haag, Belanda yang memiliki misi untuk melestarikan dan memajukan kegiatan di bidang budaya dan pembangunan. Sementara itu, Bilangan Fu sukses menyabet Khatulistiwa Literary Award.

Keberanian Ayu dalam mengangkat tema yang sensitif ini tak sia-sia, Bela. Saman menandakan era dan genre baru dalam dunia sastra dan budaya Indonesia, yaitu sastra wangi. Sastra wangi adalah sebutan yang diberikan pada karya sastra yang menggunakan pandangan feminis dalam tulisannya.

Topik-topik yang diangkat adalah isu yang dianggap tabu atau tak layak dibicarakan seperti hak perempuan dan seksualitas, kritik pada pemerintah, agama, dan budaya. Sastra wangi berusaha mendobrak cara pandang patriarki yang sering menyudutkan kaum perempuan. Maka, tokoh utama dari karya sastra wangi biasanya adalah wanita.

Ayu Utami sudah banyak mengkritik dan merasakan ketidakadilan mengenai bagaimana perempuan dianggap rendah dan tabu untuk menyuarakan apa yang mereka rasakan. Ia ingin adanya kesamaan hak yang didapat oleh perempuan dan laki-laki. Pada masanya perempuan ditekankan oleh sistem patriarkis yang membuatnya merasa gelisah.

Melalui novelnya, Ayu Utami menyerukan pendapatnya terhadap apa yang ia rasakan sebagai perempuan. Saman merupakan novel pertama yang ia luncurkan dan novel ini sempat membuat heboh sastra Indonesia karena mengundang banyak kontroversi.

Novel ini dianggap dapat mendorong para wanita untuk menyadari hak-haknya dan memberontak dari posisi mereka yang inferior dalam budaya yang dianut oleh masyarakat Indonesia.

Melalui novelnya, Ayu Utami ingin mendalami dan memahami bagaimana setiap perempuan memiliki kebebasan dalam hidupnya. Kebebasan perempuan ini terlepas dari bayang-bayang deskriminatif antara laki-laki dan perempuan. Ia mengungkapkan bahwa perempuan telah berada di bawah penindasan masyarakat yang patriarkal.

“Dunia ini penuh dengan orang jahat yang tidak dihukum. Mereka berkeliaran. Sebagian karena tidak tertangkap, sebagian lagi memang dilindungi, tak tersentuh hukum, atau aparat,” kata Ayu Utami.

Dunia wartawan mengantarkan Ayu Utami menjadi sastrawan padahal jauh sebelumnya ia seorang pegawai hotel. Ia pun dikenal sebagai aktivis perempuan dan novelis yang banyak mendapat penghargaan.

Berawal sebagai karyawan hotel, Ayu Utami kemudian beralih menjadi seorang jurnalis hingga sekaligus menjadi salah satu penulis berpengaruh di Indonesia. Karya perdananya berjudul Saman berhasil memberi warna baru di dunia sastra tanah air.

Wanita kelahiran Bogor, 21 November 1968 ini menyelesaikan pendidikannya di Universitas Indonesia dengan mengambil jurusan Sastra Rusia. Setelah itu, ia sempat mengikuti pelatihan Advanced Journalism, Thomson Foundation, Inggris dan Asian Leadership Fellow Program, Jepang.

Sebelum dikenal sebagai sastrawan, putri dari pasangan Johanes Hadi Sutaryo dan Bernadeta Suhartina ini bekerja sebagai Guest Public Relation di Hotel Arya Duta. Lalu, setelah itu ia banting stir menjadi wartawan.

Ayu meniti karier menjadi wartawan di Majalah Matra, Forum Keadilan, hingga Majalah D&R. Saat usianya 23 tahun, Ayu aktif mengisi kolom mingguan ‘Sketsa’ di harian Berita Buana.

Tak lama setelah pembredelan Majalah Tempo dan Tabloid Detik, Ayu bersama rekan-rekan wartawan lain sepakat mendirikan AJI (Aliansi Jurnalis Independen) guna menyuarakan ketidaksetujuan mereka atas pembredelan yang marak terjadi di era Orde Baru tersebut.

Di samping itu, ia juga mendirikan Komunitas Utan Kayu yang berkutat pada bidang seni, pemikiran, dan kebebasan informasi. Tak tanggung-tanggung, ia juga menjadi aktivis perempuan. Aksi di jalanan pun ia lakoni.

Setelah banyak pengalaman di media, Redaktur Jurnal Kalam ini pun mengawali debutnya sebagai sastrawan dengan merilis novel pertama bertajuk Saman.

Prestasi yang berhasil diukir Ayu Utami dalam dunia sastra Indonesia tak berhenti sampai di situ, lho. Ayu tetap produktif menulis novel-novel bertema serupa. Lanjutan dari Saman, yaitu Larung terbit pada tahun 2001. Buah pikiran Ayu yang lain adalah Si Parasit Lajang (2003), Bilangan Fu (2008), Manjali dan Cakrabirawa (2010), Maya (2013), dan lain-lain.

Pada tahun 2018, Ayu Utami memperoleh Penghargaan Achmad Bakrie 2018. Ayu terpilih di bidang kesusastraan. Karya-karyanya dinilai memperluas cakrawala sastra Indonesia melalui bentuk penulisan maupun keterbukaan isinya, baik sosial, politik, maupun seksualitas. (berbagai sumber)

KELUARGA
Orangtua : Johanes Hadi Sutaryo dan Bernadeta Suhartina

PENDIDIKAN
S1, Sastra Rusia dari Fakultas Sastra Universitas Indonesia (1994)
Advanced Journalism, Thomson Foundation, Cardiff, UK (1995)
Asian Leadership Fellow Program, Tokyo, Jepang (1999)

KARIER
Guest Public Relation di Hotel Arya Duta
Jurnalis, Majalah Matra
Jurnalis, Majalah Forum Keadilan
Jurnalis, Majalah D&R
Kolumnis Mingguan ‘Sketsa’ di harian Berita Buana (1991)
Salah satu pendiri Aliansi Jurnalis Independen (AJI)
Kurator Komunitas Utan Kayu
Redaktur Jurnal Kalam
Peneliti di Institut Studi Arus Informasi

KARYA TULISAN
Saman (1998)
Larung (2001)
Esai Si Parasit Lajang (2003)
Bilangan Fu (2008)
Manjali dan Cakrabirawa (Seri Bilangan Fu, 2010)
Cerita Cinta Enrico (2012)
Soegija: 100% Indonesia (2012)
Lalita (Seri Bilangan Fu, 2012)
Si Parasit Lajang (2013)
Pengakuan Eks Parasit Lajang (2013)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *